Sabtu, 19 Januari 2008

Islam dan konsep-konsep Ilmu sosial

Islam dan konsep-konsep Ilmu sosial Mencermati perkembangan tren transformasi sosial di era globalisasi dan perkembangan ilmu-ilmu sosial dan humanities issues, telah terjadi gerakan kesadaran untuk meletakkan dialog keilmuan Barat dan Timur pada posisi yang sebenarnya. Perkembangan tren diawali oleh era postpositivis, akan mempertanyakan dan mengevaluasi kembali persoalan mendasar seperti maslah-masalah pergeseran konsep dan cara pandang serta metodologi. Selama ini Islam selalu dikategorikan sebagai Timur, sehingga pengamat Islam disebut sebagai para orientalis (orient-tempat matahari terbit). Sejak lama perkembangan keilmuan didominasi oleh cara pandang Barat, seperti paradigma kuantitatif yang memunculkan hypothetico-deductive melalui cara pandang Newtonian ataupun sebutan negara-negara terbelakang bagi negara yang tidak menjalankan sistem ekonomi kapitalis. "Kekuasaan" cara pandang Barat membawa akibat buruk bagi perkembangan kajian-kajian agama Islam dan kajian-kajian masyarakat dan kebudayaan Islam. Masyarakat Islam 7 abad yang lalu, yang telah membangun peradaban Islam dan membawa pencerahan di benua Eropa dan sekitarnya menjadi hanya catatan dongeng-dongeng dan kisah masa lalu. Ironisnya Dunia Timur (dan juga Islam) senantiasa dihubungkan dengan dunia magis, perdukunan dan dunia yang penuh dengan kekuatan mistik dan sihir. Dunia Islam tidak pernah dilihat sebagai dunia yang penuh dengan perkembangan teknologi dan keilmuan sehingga melahirkan kemegahan Abasiyah dan Umayah selama berabad-abad (Foucalt menolak menafikan sejarah dari konsep keilmuan). Konsep-konsep ilmuwan Muslim yang sampai saat inipun masih relevan untuk diperbincangkan, seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Rusyd atau Ibnu Taimiyyah seolah-olah tertutup dengan penemuan dan perkembangan ilmu-ilmu sesudahnya beberapa abad kemudian, yang tentu saja berasal dari Barat. Untunglah perkembangan Ekonomi syari'ah mendorong, dunia ilmu pengetahuan untuk menggali kembali konsep-konsep lama yang telah terkubur oleh humanities issues yang lebih mengedepankan dunia yang berpusat pada manusia dan bukan pada Allah. Tentu saja ide ini jauh dari pembahasan ilmuwan-ilmuwan Muslim tadi. Perkembangan ekonomi syariah diikuti dengan perkembangan ilmu-ilmu sosial yang memungkinkan kita menghidupkan kembali konsep-konsep sosiologi Ibnu Khaldun yang diakui sebagai konsep ilmu sosial dunia. Penjungkir-balikan filsafat oleh Heidegger, Foucalt dan Derida, suatu bukti bahwa ilmu-filsafat selama ini tidak memiliki relevansi dengan kehidupan manusia seutuhnya. Mnuais yang tidak hanya mampu berfikir dan bertindak, tetapi juga manusia yang memiliki "iman", bahwa kehadirannya di bumi ini disebabkan oleh sang Pencipta yang memiliki kekuatan sangat besar dan mampu menguasai kehidupan manusia. Heidegger menyebutnya sang Ada yang bisa didengar manusia sebagai hamba dari sang Ada. 20 Jan 2008

Tidak ada komentar: