Hari Jum'at kemarin saya berbicara di suatu Majelis Ta'lim ibu-ibu di Bekasi Barat. Ini kehadiran saya kedua kali di majelis Ta'lim tsb. Saya senang betul hadir di sana, karena pengajian itu selalu penuh, walaupun mereka tau yang berbicara kebanyakan orang-orang politik, terutama dari Partai Bulan Bintang, seperti Anggota DPR RI dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, Anwar Shaleh, tokoh pergerakan Syarifien Maloko, Pengurus Muslimat DDII Andi Nurul Jannah, Tokoh DDII Soewito Soeprayogi, dll. Membaca kritik seorang WNI yang dipublikasi satu media massa (maaf kalau ini saya lupa), mengapa majelis Ta'lim menjadi arena kampanye para caleg-caleg berbagai parpol, membuat saya tergelitik untuk membahasnya di sana.
Para pemikir atau pengamat atau khalayak umum yang di dalam backmindnya senantiasa memisahkan antara kehidupan akhirat dan kehidupan dunia memang akan memiliki pandangan yang sama, misalnya kaum sekuler, liberalis,demokratis (dalam politik Islam, demokratis baru titik awal menuju musyawarah untuk menghasilkan yang haq) dan sosialis, apalagi komunis. Padahal mengenalkan diri (ta'aruf) dan menjelaskan visi misi serta berdiskusi tentang "apa yang akan mereka lakukan di hari esok" (merefer pada QS 59:18) justru merupakan suatu sarana jitu bagi masyarakat untuk mengenal dan memahami siapa calon wakil mereka dan apa yang akan mereka perjuangkan. Hal tersebut menjadi wajib bagi kita semua ketika negara ini mengalami krisis terus menerus, dimana kebijakan-kebijakan yang disahkan tidak kunjung mendatangkan manfaat dan kesejahteraan yang global bagi masyarakat, masih sangat parsial bahkan cenderung eksklusif.Anjuran untuk golput dalam pemilu 2009 akhirnya justru menyesatkan dan merugikan bagi masyarakat. Para petinggi MUI sungguh sangat responsif dalam masalah ini. Kita perlu memberikan acungan jempol kepada mereka. MUI dari sejak era Soeharto lebih banyak diam dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan politik, kecuali bagi kepentingan penguasa. Sekarang, ketika lembaga ini sudah melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik, mengapa kita tidak mendukung? Amat disayangkan bila ada tokoh politik dari kalangan organisasi Islam justru menganjurkan: boleh dilaksanakan, boleh juga diabaikan. Sungguh memprihatinkan bukan? Jadi boleh kita ingat pesan para ulama (the real 'ulama), jangan lihat siapa yang berkata tapi dengarkan apa yang dikatakan.
Larangan menggunakan ayat-ayat dalam ajaran agama dalam kampanye menjadi sangat naif bila mengingat ajaran agama tentang tugas hidup manusia yaitu beribadah kepada Allah SWT. Maknanya bahwa semua yang dilakukan manusia; bekerja, sekolah, menjalin hubungan kekerabatan, kemasyarakatan, bersosialisasi dan berinteraksi, berpolitik adalah dalam frame ibadah kepada Allah SWT (merefer pada QS 51:56). Ini adalah HAM bagi seluruh umat Islam, yang tentu saja semua khalayak harus menghormati; pemerintah, penyelenggara Pemilu, KPU, Para Legislatif, tokoh agama, tokoh masyarakat, para majikan, bos, orang tua.
Pada ibu-ibu Majelis Ta'lim saya katakan: "Mari ibu-ibu, kita semua semakin meningkatkan pemahaman dienul Islam, agar kita tidak mudah diombang-ambing, karena di hari akhir nanti kita harus mempertanggung jawabkan semua yang kita perbuat, juga apa yang kita pilih hari ini".